Dasar Jurnalistik

katapotokita.id


Nama                          : Shilvia Noer Latifah Rahman
Mata Kuliah              : Dasar-Dasar Jurnalistik

Feature News:
SELALU BERSYUKUR, WALAU DALAM KETERBATASAN
Saat kumandang azan Dhuhur bergema di langit Parung Bogor, seorang pria paruh baya bergegas meninggalkan perkebunan jambu biji menuju rumah sederhana untuk sholat dan melepas lelah sejenak. Nampak wajah dan kaos biru yang melekat ditubuhnya dibasahi keringat karena udara siang itu begitu menyengat kulit.
Rupanya, Ajit (53) baru saja selesai menyemprot alang-alang di perkebunan jambu biji dengan luas 12 hektar yang tak jauh dari wilayah program Zona Madina milik Dompet Dhuafa. Sudah 11 tahun ini, Ajit bekerja sebagai penjaga perkebunan milik Bedu Amang, bekas Menteri Bulog era Soeharto. “Tugas saya merawat kebun, mencangkul, memangkas rumput dan memberi pupuk serta memanen buah,” ujar Ajit.
Di kebun yang ditanami 5,000 pohon jambu, 1,000 pohon jeruk dan 800 pohon belimbing itu hanya ditangani 10 orang. Ajit menceritakan, dulu  perawatan kebun sebenarnya dikerjakan oleh 23 orang. Namun kini sudah berkurang karena para pekerja harian kurang cocok dengan gaji yang diterima. Menurutnya, sejak beroperasi tahun 2000 hingga saat ini upah tenaga kerja harian tidak pernah naik dan hanya di gaji 20 ribu rupiah. “Tidak ada kenaikan gaji,” kata Ajit singkat.
Namun pria asli Cirebon ini lebih bersyukur, karena gaji harian yang diterimanya lebih besar dibanding rekan-rekan kerja lain. Aji bekerja dari pukul 08.00 – 16.00 WIB, dari pekerjaan yang menguras tenaga ini hanya dihargai 32,500 rupiah per hari. “Alhamdulillah, walau sering kekurangan saya tetap bersyukur atas rezeki yang didapat,” kata Ajit penuh syukur.
Ajit bekerja harian dari Senin hingga Sabtu, jika dikalkulasikan maka pendapatan rata-rata tiap bulan yang Ajit kantongi hanya 780 ribu rupiah. Padahal Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Kabupaten Bogor mencapai Rp1,172,060, sesuai dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jawa Barat tahun 2011.
“Walau digaji kecil, saya harus tetap bekerja karena kalau tidak masuk kerja, maka kasihan anak istri harus menahan lapar,” ungkap Ajit. Menurutnya, tiap hari harus mengeluarkan minimal uang 25 ribu rupiah untuk belanja beras satu liter dan belanja sayuran 20 ribu rupiah. Tapi kalau ditambah dengan biaya sekolah anak bisa lebih dari itu.
Di zaman ekonomi berbiaya tinggi, tentu pendapatan sebagai penjaga kebun tidak mampu menutupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi Ajit masih menanggung biaya sekolah Vina Agustina, anak kedua hasil pernikahan dengan Sa’diah (40) yang kini duduk di bangku kelas IV SD Jampang 5. Dia mengaku, penghasilan dari bekerja di kebun tidak cukup untuk sepekan, hampir tiap Jumat uang sudah habis. Sehinga seringkali dia menyuruh Vina untuk tidak masuk sekolah tiap Jumat, “Kalau tidak ada ongkos Vina harus jalan ke sekolah sejauh sekitar dua kilo meter,” ujarnya dengan nada sedih.
Walau dalam keterbatasan perekonomian keluarga, Ajit tetap bersabar dan menjalin hubungan baik dengan para tetangga, sehingga jika ada tetangga yang datang malam-malam minta jambu untuk obat tetap dilayaninya, “Kasihan mereka minta jambu untuk obat demam berdarah,” katanya.
Karena kebaikannya ini, dia dikenal banyak orang hingga lingkungan aparat desa. Suatu hari, pria yang pernah berjualan es buah ini mendapat kabar baik dari Anan Sugiono, Kepala Dusun RT 03/ RW 04 Kelurahan Jampang Parung Bogor, bahwa ada program pemberdayaan peternak dari Kampoeng Ternak Jejaring Dompet Dhuafa. Dan menyarankan Ajit untuk mendafar dalam program ini.
Ajit tidak menyiakan kesempatan baik ini, bergegas dia langsung mendaftar. Selama proses seleksi, Dia selalu mengikuti agenda rapat tiap pekan sekali dengan para penerima manfaat lainnya. Ajit mengungkapkan dalam rapat dibahas materi-materi skill seputar pemeliharaan dan perawatan domba/ kambing juga materi keagamaan, “Materi agama yang disampaikan sangat menyentuh hati, karena mengingatkan akan kebesaran dan kemurahan rezeki Allah SWT,” imbuhnya.
Saat ini, Ajit tergabung dalam kelompok Pulo Makmur yang terdiri dari enam penerima manfaat. Tepat  Maret 2011 Dia mendapat amanah untuk memelihara hewan terak sebanyak 10 ekor domba. Menurutnya, berhubungan dengan dunia kambing bukanlah hal yang asing, karena sejak kecil Ajit sudah terbiasa angon kambing milik almarhum ayahnya. “Jadi saya nggak kaget ngurusin domba,” pungkasnya.
Sejak menerima amanah hewan ternak, Ajit harus membagi waktu dengan pekerjaan utamanya sebagai penjaga kebun. “Kalau pagi saya ngurusin kebun dulu, kemudian sekitar jam dua siang saya ngarit (mencari rumput) di sekitar kebun,” ujarnya. Ajit kembali bersyukur karena disekitar rumahnya yang tak jauh dari area perkebunan jambu biji terbentang rerumputan hijau, “Jadi ngga susah mencari rumput untuk makan para domba,” ucapnya.
Untuk memenuhi pakan 10 ekor domba, tiap hari Ajit harus menyediakan sekurangnya lima karung besar yang berisi rumput hijau. Dia berbagi pengalaman, menurutnya kalau mau ngarit jangan pas pagi karena embun masih menempel di rerumputan.  Jika embun masih menempel di rumput kemudian langsung di makan domba bisa menyebabkan cacingan. “Karena itu, saya kalau ngarit diatas jam dua belas siang,” katanya.
Walau rumput terbentang luas di area perkebunan, Ajit mengaku belum pernah melepas domba ternaknya untuk mencari rumput  sendiri. Dia khawatir kalau di angon para bandot akan berantem yang bisa menyebabkan tanduk rusak atau patah sehingga jika nanti kalau dijual hargnya menjadi rendah.
Untuk merawat domba, Ajit juga rajin memandikan para domba dengan harapan dapat tidak dihinggapi penyakit. Menurutnya, sebelum dimandikan, tubuh domba terlebih dahulu digosok dengan daun pinang untuk membunuh kuman yang menempel di kulit domba. “Selain itu juga diberi vitamin dan obat mencret.”
Ajit berharap, dalam proses penggemukan domba berjalan lancar dan keuntungan dari penjualan domba nantinya dapat membantu menutupi kebutuhan keluarga. “Yang penting waras selamet, cukup untuk makan walau hanya dengan lauk teri,” ucap Ajit penuh syukur.***

A.    Analisi dengan Value (nilai) yang terdapat pada berita feature
Berita feature di atas sangat memberikan pelajaran untuk kehidupan, pada dasarnya hidup dengan bersyukur itu perlu dan harus. Jika syukur tidak ada pada kehidupan kita, hidup itu akan dibuat dengan berbagai macam alasan tanpa memikirkan jalannya.
Kisah insfiratif pak Ajit sangat memberikan pengaruh untuk tetap sabar dan bersyukur dalam menjlani hidup. Selain nilai religi yang di dapat dari Feature berita diatas, terdapat Nilai sosial yaitu berhubungan baik dengan tetangga, saling berinteraksi dan saling membantu terhadap tetangga. Sehingga kita pun saat membutuhkan bantuan para tetangga akan dengan senang hati membantu. Karena sebaik baiknya orang lain adalah tergantu sikap kita pada mereka.
Pa Ajit juga dalam berita di atas memberikan ilmu mengenai peternakan, cara merawat kambing dengan tidak memberikan rumput yang masih berembun dan cara merawat kambing lainnya.
B.     Perbedaan nilai yang terdapat antara Feature News, Straight News dan Soft News
Dibandingkan dengan nilai yang tergantung pada feature news, pada feature news nilai yang dapat di ambil sangat jelas tersurat dan di sadari untuk dijadiakn sebuah nilai. Dan pada feature news banyak nilai yang sangat menginspirasi untuk manusia yang sedang menjalankan kehidupan.
Soft News, nilai yang dapat di ambil hanya terfokus pada satu topic, misalnya pada soft news yang telah dilampirkan. Nilai yang terlampir pada soft news hanya tetang bagaimana cara berternak jangkrik dan cara mengolah jangkrik hingga bisa meraup keuntungan, masih lebih jelas nilai nilai yang ada pada feature news. Meski dalam menyajikan beritanya sama degan feature yaitu menggunakan cerita/ bercerita.
Straight News, berita yang sesaat. Dan nilai yang terdapat pada straight news hampir tidak ada nilainya sama sekali, meskipun ada nilai yang tersirat, hanya jangan kebut-kebutan di jalan seperti pada berita Straight News yang telah dilampirkan. Hanya berita yang sesaat dan tidak ada nilai yang menurut saya bermakna rata rata paling harus bersikap hati-hati.

Berita Soft News :
MERAUP RUPIAH DENGAN JANGKRIK

Oleh : Novia Faradila
Hewan bernama jangkrik lebih banyak dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak seperti ayam atau untuk umpan pancingan. Namun, siapa sangka hewan yang termasuk ke dalam kelompok serangga ini disulap oleh seorang wanita tua menjadi berbagai jenis makanan dan obat-obatan yang bermanfaat bagi manusia dan dapat menjadi peluang usaha baru yang patut dilirik.
Jangrik sebagai konsumsi mungkin tak pernah terfikirkan oleh masyarakat. Padahal Jangkrik yang ternyata memiliki kandungan protein tiga kali lipat dari kandungan daging ayam, sapi dan udang. Jangkrik juga mengandung protein omega 3, omega 6 dan omega 9 yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. Selain itu, konsumsi jangkrik dipercaya dapat menambah stamina tubuh, menambah gairah seksual, serta mampu menunda menopause bagi wanita.
Berbeda halnya dengan Sri. Umur boleh tua, namun semangat wanita yang satu ini patut dibanggakan. Bermula ketika pensiun di tahun 1998, wanita yang bernama lengkap Sri Rahayu ini harus memutar otak bagaimana mensiasati penghasilan yang semakin berkurang namun kebutuhan semakin bertambah terlebih saat itu di Indonesia sedang mengalami krisis moneter. ‘’Saya harus tetap menyambung hidup, kalau pensiun itu penghasilan berkurang tapi kebutuhan tidak berkurang’’, ujarnya.
Berawal dari pemberian buku tentang cara beternak jangkrik oleh salah seorang rekannya, tahun 1998 silam dirinya tertarik membudidayakan jangkrik. Sri lantas membeli 300 ekor jangkrik betina dan 100 ekor jangkrik jantan. Harganya waktu itu Rp 25 per ekor. Selanjutnya ia pun diperkenalkan dengan salah seorang peternak jangkrik dan mengajaknya untuk mendirikan himpunan peternak jangkrik. ‘’Saya tidak mengira kalau di Pekanbaru juga ada masayrakat yang membudidayakan jangkrik. Saat itu ada pertemuan di sebuah hotel dan saya diperkenalkan dengan seorang peternak jangkrik tamatan Universitas Riau. Saya diajak bertemu dan diajak mendirikan himpunan peternak jangkrik dan saya pun dipercayakan untuk menjabat menjadi sekretaris’’, ceritanya panjang lebar.
Tak berakhir disana. Saat panen jangkrik tiba, Sri sendiri bingung mau diapakan jangkrik-jangkrik tersebut. Atas idenya, ia pun mengoreng jangkrik tersebut dan pada saat dicoba ternyata rasanya gurih seperti udang. ‘’Saya bagi-bagi goreng jangkrik tadi ke peternak yang saat itu sekitar 15 orang, tidak ada satupun yang mau. Ada satu orang yang penasaran lalu mencobanya dan ternyata enak, maka semuanya pun ikut mencoba dan mereka suka’’, ungkap Sri.
Berawal dari coba-coba inilah Sri mulai mengembangkan usahanya. Di tahun 2000 silam, ia pun mencoba membuat kapsul jangkrik. Kapsul tersebut dijual seharga Rp 100.000 per botol dengan isi 50 butir kasul. Beratnya 500 miligram. ‘’Karena jumlah jangkriknya banyak dan saya bingung mau diapakan, akhrirnya jangkrik itu saya tepungkan dan saya buat dalam bentuk kapsul. Dengan buatan inilah di Riau ini saya langsung dikenal dan dibawa ke Singapura untuk mengikuti seminar. Namun sayang, hingga 2008 produk ini tidak mendapat izin dari BPOM karena mereka tidak mengizinkan obat-obatan yang berasal dari hewan, yang boleh itu dari herbal. Karena manfaatnya sesuai penelitian bagus, saya menjual kapsul ini pada saat seminar atau dari mulut ke mulut’’, ujarnya Sri panjang lebar.
‘’Sampai saat ini semua izin produksi kapsul ini telah saya penuhi, baik izin propinsi Riau, pendaftran merk, semuanya sudah ada, namun izin edar dari badan POM saja yang belum’’, lanjutnya.
Di tahun 2008, anak tunggal kelahiran 69 tahun silam ini pun kembali melakukan kreasi dengan membuat peyek jangkrik. Tak disangka, peminatnya membeludak. Dalam sebulan, Sri bisa menghasilkan 15 kilo peyek yang dijual seharga Rp 60.000 per kilo. Setelah sukses dengan peyek jangkrik, Sri lantas berinovasi membuat rendang jangkrik. Lantas, muncul pula balado jangkrik yang harganya Rp 80.000 per kilo. Ada juga biskuit jangkrik yang dijual dengan harga Rp 60.000 per kilo. Produknya ini pun dijual diberbagai pusat perbelanjaan yang ada di Pekanbaru. Dari hasil jualan jangrik yang wilayah pasar utamanya masih sekitar Riau saja, wanita asal Madiun ini bisa mendapat penghasilan kurang lebih Rp 3 juta per bulannya. Padahal. Omzetnya masih kecil, kurang lebih tiga juta per bulan bahkan kurang. Tapi sekrang agak lumayan, karena ada sebuah salon yang mensuply kapsul jangkrik dengan saya’’, ujarnya.
Wanita tiga anak ini pun yakin bahwa bisnis yang ia jalankan ini merupakan bisnis tanpa saingin. ‘’Saya berani mengatakan bahwa olahan jangkrik ini satu-satunya di Indonesia’’, ujanrnya enteng.
Selain menjalani usaha ini bersama keluarga, ia pun dibina oleh beberapa dinas yang ada di Pekanbaru seperti Dinas Peternakan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Koperasi. Lembaga-lembaga pemerintah inilah yang memberikan pengarahan kepada Sri serta membawa usahanya ini jika ada pameran baik yang diadakan di tingkat I maupun tingkat II. Dari kegiatan itulah Sri juga mempromosikan produk-produk buatannya dengan memberikan brosur atau kartu nama.
Lantaran unik, produk Sri sering dilirik oleh stasiun TV nasional, RRI, serta surat kabar, dan bahkan ia pernah mendapat kesempatan pameran ke luar negeri sebagai produk unggulan Provini Riau. Misalkan saja ke Korea Selatan, Taiwan dan Singapura. ‘’Makanya mahasiswa sekarang harus pintar-pintar bahasa inggris. Saya tidak pandai bahasa Inggris, jadi saat bertemu dengan orang-orang asing di negara itu terpaksa saya panggil kawan yang mengerti bahasa inggris’’, kekehnya.
Mengenai tanggapan dari keluarga, Sri mengakui bahwa ia mendapat tanggapan positif dari suami dan anak-anaknya. ‘’Suami saya mendukung karena usahanya juga bagus, anak-anak pun mendukung, namun mereka belum tertarik untuk melanjutkan usaha ini’’, aku wanita tiga putra ini. Tanggapan positif dari tetangganya pun bermunculan. Namun, mereka tetap masih enggan untuk mengkonsumsi makanan dari olahan jangkrik ini. ‘’Tanggapan mereka positif, tapi untuk mencoba itu mereka masih geli, yang namanya geli itukan nggak bisa dipaksa’’.
Tak hanya menjual berbagai produk jangkriknya, Sri memiliki keingin untuk mencerdaskan masyarakat. ‘’Riau ini penduduknya lima puluh satu persen tidak tamat SD. Kalau sudah tidak tamat SD otomatis rakyatnya bodoh. Mungkin saja hal ini disebabkan oleh kemiskinan. Kalau orang-orang miskin tentu sangat jarang bisa mengkonsumsi ayam atau daging. Untuk menanggulangi hal itu, saya punya cita-cita bagaimana orang yang kurang beruntung itu bisa beternak jangkrik. Tidak usah banyak-banyak, cukup satu kotak saja. Oleh karena itu dengan adanya mengkonsumsi jangrik, generasi yang akan datang bisa lebih cerdas. Namun sayang, sampai hari ini orang masih geli memakan jangrik, walaupun sudah dinyatakan jangkrik itu halal’’, ungkap Sri.
Saat ditanyakan mengenai cita-cita, wanita yang menamatkan kuliahnya di Universitas Riau tahun 1984 ini menginginkan bagaimana hidup tidak miskin. ‘’Miskin itu tidak enak. Makanya orang-orang miskin tak ajak beternak jangkrik biar tidak miskin, biar anak-anak mereka pinter’’, ujar wanita ini dengan mendok Jawanya.

Contoh Berita Straight News :
LALAI HIDUPKAN SEN, BERUJUNG TABRAKAN
Keselamatan berkendara merupakan hal utama yang patut diperhatikan. Tingginya tingkat kecelakaan mengharuskan para pengendara selalu waspada. Jika tidak, nyawa menjadi taruhannya.
Pekanbaru – Rizki (21) luka parah setelah sepeda motor yang dikendarai korban bersama Ike (20), bertabrakan dengan sepeda motor yang dikendarai Sinaga (37), di ruas jalan HR. Soebrantas Km 12,5 Pasar Baru, Panam, Rabu (06/10) siang lalu.
Informasi dari warga sekitar menyebutkan, kecelakaan tersebut berawal saat sepeda motor yang dikemudikan Sinaga ingin belok ke arah kanan, namun lelaki yang perprofesi sebagai karyawan koperasi ini tidak menghidupkan lampu sen. Sementara itu, Eky yang berada di belakang Sinaga tidak mengetahui bahwa orang yang berada di depannya akan belok hingga ia terus melajukan kendaraannya dengan kencang, akhrinya tabrakan pun tidak dapat dihindari.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ike. Wanita yang dibonceng oleh Rizki ini tidak menyangka kecelakaan tersebut akan menimpa mereka. ‘’Jalan ini kan luas, jadi kami dari belakang mau motong, nggak taunya bapak yang ada di depan kami malah mau belok tapi dia tidak menghidupkan lampu sen, ya kami tidak tahu kalau dia mau belok,’’ ujar wanita yang berprofesi sebagai Sales Promotion Girl (SPG) ini.
Sinaga yang langsung pingsan di tempat dibawa ke salah satu rumah warga terdekat. Tidak diketahui penyebab pasti pingsannya warga Jalan Garuda Sakti ini. Ia kembali sadar sekitar 15 menit kemudian. Tak ada luka serius yang dialami olehnya. Ia hanya merasakan pusing dan sakit di bagian tangan kanan. Lain halnya dengan Eky. Pria yang tinggal tidak jauh dari tempat kejadian ini mengalami luka cukup parah pada bagian wajah, tangan kanan, dan kaki kanan. Sedangkan Ike hanya mengalami cidera ringan di bagian tangan kanannya.
Iros, kakak Eky, sangat menyayangkan kejadian ini. Wanita paruh baya yang datang beberapa menit setelah kejadian tersebut sempat shock melihat keadaan adik laki-lakinya luka parah akibat kecelakaan. ‘’Baru tadi dia pamit sama saya untuk mengantarkan pacarnya (Ike, red) kerja, tidak lama setelah itu ada yang nelpon kalau dia (Eky, red) kecelakaan. Padahal sebelum dia berangkat saya sudah bilang untuk hati-hati,’’ ujarnya.
Salah seorang warga, Nar (35), mengaku ruas jalan tempat kejadian memang sering terjadi kecelakaan. Jalanan yang luas membuat para pengguna jalan lalai dalam berkendara. ‘’Kondisi jalan di sini memang luas, tapi sayangnya pengguna jalan sering menyepelekan hal tersebut. Mentang-mentang sepi, mereka seenaknya saja berkendara, ya jadinya seperti kecelakaan tadi,’’ ujar wanita yang menyaksikan langsung kecelakaan tersebut.
Tabrakan yang mengakibatkan motor kedua korban rusak parah ini pun diselesaikan dengan jalan kekeluargaan. Ketiga korban tersebut dirujuk ke Rumah Sakit Nurush Sadri, tak jauh dari lokasi kecelakaan.***

Komentar

Postingan Populer